MUSIM KEMARAU MENJADI SAAT YANG DITUNGGU OLEH PETANI GARAM TRADISIONAL UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN PRODUKSI

Garam Bisa Menjadi Pengawet Bahan Pangan

 

Garam menjadi salah satu bumbu dapur yang penting untuk manusia. Ia bisa dimanfaatkan sebagai perasa yang sekaligus juga akan menjadi penyedap, dan garam juga bisa menjadi pengawet untuk bahan makanan, contohnya digunakan untuk mengasinkan ikan dan telur. Sebagian besar produksi garam didapatkan dari air laut. Caranya adalah dengan memanaskannya dibawah sinar matahari supaya ia kandungan air menguap dan menyisakan kristal-kristal asin yang biasa kita sebut dengan garam. Kegiatan produksi garam secara tradisional ini dilakukan petani garam di Indonesia ketika musim kemarau. Proses pengeringan dari air laut ini berlangsung sekitar 3 hari. Dimulai dari mendiamkan air pada kolam yang lebih besar dan dalam. Setelah sudah mengental atau yang biasa disebut sudah tinggi kandungan garamnya, maka akan dialirkan ke tambak-tambak pengeringan.

Wilayah produksi garam tradisional biasa terletak pada kawasan pesisir yang jauh dari sungai air tawar, kalau dekat, biasanya sungai air tawar dengan ukuran dan debit air yang kecil saat kemarau. Sebab sungai akan membawa air tawar dan menyebabkan air dikawasan pantai berasa payau atau bahkan tawar. Wilayah produksi garam secara tradisional terbesar di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Madura.

Produksi garam secara tradisional di Indonesia dilakukan di petak-petak tambak yang dangkal dengan dasar lumpur. Namun saat ini telah banyak yang membuat kolam atau tambak dangkal ini dengan dasar plastik tebal yang biasa disebut dengan membran. Tujuan penggunaan membran ini supaya garam lebih bersih, dan putih, yang artinya lebih berkualitas dibandingkan dengan garam yang diproduksi ditambak dengan dasaran lumpur.



Faktor Penyebab Kegiatan Produksi Garam Secara Tradisional Dilakukan Petani Saat Musim Kemarau

Ada beberapa alasan dibalik kegiatan produksi garam saat musim kemarau yang dilakukan oleh petani berdasarkan pengamatan dan pengetahun penulis.

  • Hal pertama yang menjadi faktor dilakukannya produksi garam saat kemarau oleh petani adalah karena dikawasan khatulistiwa matahari bersinar dengan terik saat musim kemarau. Sinar matahari menjadi faktor penting dari produksi garam tradisional. Dengan panasnya, sinar matahari akan menguapkan kandungan air tawar dari air laut. Lalu tersisalah kristal-kristal garam setelah air laut yang dipanaskan ini menguap dan mengering.
  • Sebab kedua mengapa produksi garam dilakukan ketika musim kemarau berkaitan dengan tingkat keasinan air laut. Saat musim kemarau, air laut yang berada ditepian memiliki tingkat asin yang tinggi. Asinnya air laut dibagian pantai ini akan membuat petani lebih mudah dalam memasukkan air ke kolam-kolam produksi dengan bantuan gelombang pasang dan juga angin. Karenanya, banyak kincir angin di tepi tambak garam yang mana tujuannya untuk mendorong air laut dengan angin yang telah dibelokkan oleh kincir angin.
  • Alasan ketiga dari produksi garam secara tradisional dilakukan saat musim kemarau adalah berkaitan dengan tingkat hujan yang rendah atau bahkan tidak turunnya hujan pada wilayah produksi garam dalam waktu yang lama. Air hujan akan menyebabkan kualitas garam menurun, sebab tingkat keasinannya juga akan berkurang. Bahkan ketika turun hujan, proses produksi garam akan lebih lama bahkan bisa saja gagal. Hal ini karena saat hujan, air laut yang berada dikolam produksi akan bercampur dengan banyaknya air hujan yang bisa menyebabkan air laut menurun tingkat keasinannya, bisa saja menjadi payau dan menyebabkan gagal panen. Adanya hujan juga akan menghalangi sinar matahari dengan awan-awan mendungnya. Turunnya hujan juga akan menambah air tawar ke kawasan laut yang dekat dengan daratan (pantai), baik dari aliran air hujan disekitar pesisir hingga air tawar kiriman dari sungai-sungai yang berhulu di pegunungan. Dan hal ini sekali lagi akan menurunkan kualitas air laut dan garam.

Garam-garam produksi dari kolam atau tambak yang melimpah saat musim kemarau ini biasanya akan disimpan sebagian oleh petani di gudang-gudang garam yang terdapat ditambak dan dijual saat musim penghujan. Dimana saat musim penghujan dan tidak ada produksi garam harganya akan naik. Ketika dijual dan disetorkan ke pabrik pengolahan, garam produksi yang masih berupa kristal-kristal berukuran besar akan digiling atau dihancurkan ke ukuran yang lebih kecil dan setelah itu ada juga yang dicetak menjadi balok-balok atau bata.

Tambak produksi garam dibuat dangkal  dan berbeda dengan tambak pembesaran ikan atau udang. Karenanya, saat musim penghujan atau saat tidak berproduksi, tambak-tambak garam akan dibiarkan begitu saja. Produksi garam yang hanya terjadi saat kemarau ini membuat petani garam harus memiliki sumber penghasilan lain saat musim hujan. Ada dari mereka yang memelihara ikan, atau udang ditambak pembesaran yang tentunya berbeda dengan tambak produksi garam, dan ada juga yang menjadi nelayan.

Demikian penjelasan singkat terkait dengan “Musim Kemarau Menjadi Saat Yang Ditunggu Oleh Petani Garam Tradisional Untuk Melakukan Kegiatan Produksi. Tulisan ini merupakan pemikiran penulis berdasarkan pada pengetahuan, pengamatan, dan juga dari referensi. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan atau Informasi! Terima Kasih.